Yoga dan Buddhisme

Oleh : Vamadeva Shastri (David Frawley)

 Tidaklah mengherankan bahwa banyak dari kita yang lahir di Barat , khususnya setelah perkenalan awal, dengan cepat menganggap Yoga dan Buddhisme kurang lebih sama. Perbedaan-perbedaan yang ada antara kedua sistem secara historis kurang nyata bagi kita dari pada persamaan-persamaannya. Namun, kecenderungan untuk menemukan persamaan-persamaan antara kedua tradisi spiritual yang besar ini tidak terbatas hanya kepada orang Barat saja. Swami Vivekananda, tokoh besar pertama yang membawa yoga ke Barat, mempelajari pustaka Buddha Mahayana (Sutra) dan menemukan banyak persamaan antara ajaran-ajaran pokoknya dengan ajaran-ajaran pokok Vedanta. Tahun-tahun belakangan ini, dengan aliran masuk dari para pengungsi Tibet, termasuk Dalai Lama, ke India sejak pendudukan China atas Tibet, ada sebuah dialog baru antara dua tradisi yang menumbuhkan rasa hormat lebih besar antara keduanya.

Berbagai ajaran sinkretis Hindu-Buddha telah ada melalui sejarah. Sang Buddha sendiri lahir sebagai seorang Hindu dan beberapa sarjana telah mengatakan bahwa Buddhisme sebagai sebuah agama yang terpisah dari Hinduisme tidak muncul sampai lama setelah Sang Buddha mangkat (meninggal). Satu ajaran Siva-Buddha ada di Indonesia dalam jaman pertengahan. Sang Buddha diterima sebagai satu Avatara dari Vishnu selama periode ketika Buddhisme sedang berkembang di India, dan banyak orang Hindu masih menganggap bahwa kita hidup di jaman Buddha-Avatara. Kebanyakan orang Hindu menerima Buddha, sekalipun mereka tidak menerima seluruh ajaran Buddhis.

Namun demikian kecenderungan sinkretisme demikian tidak mengecualikan ketidaksetujuan (disagreements) dan debat antara dua tradisi ini, yang cukup biasa secara sejarah. Tidak pula mereka selalu berhasil dalam mempersatukan diri mereka sepenuhnya. Tradisi-tradisi dan garis keturunan (lineages, guru parampara) mereka tetap terpisah sampai dewasa ini. Umumnya, tradisi Yoga Hindu berupaya untuk menyerap Buddhisme ke dalam dirinya dengan mereinterpretasi Buddha ke dalam lebih banyak cahaya Hindu. Namun demikian, Budhhisme berjuang untuk mempertahankan identitasnya yang terpisah. Kebanyakan guru-guru Hindu dan Buddhis, termasuk mereka yang dari Yoga aliran Hinduisme, menemukan adalah perlu untuk membedakan doktrin-doktrin mereka, khususnya pada tataran yang lebih halus dari praktek dan wawasan. Dari sini, sementara kita dapat menghormati hubungan antara kedua sistem ini, kita tidak dapat mengabaikan perbedaan-perbedaannya.

Tradisi Yoga: Dengan Yoga di sini kita maksudkan utamanya sistem Yoga klasik sebagaimana ditetapkan oleh Patanjali dalam Yoga Sutra. Namun demikian, Patanjalai bukanlah penemu Yoga, sebagaimana banyak orang Barat cenderung untuk mempercayai, tapi dia hanyalah sseorang pengumpul (a compiler) tentang ajaran Yoga pada periode kemudian. Yoga klasik adalah senantiasa merupakan bagian dari tradisi Hindu Veda yang lebih besar. Ia umumnya berkaitan dengan hakekat dari jiwa, Tuhan dan keabadian, yang adalah topic-topik utama agama di seluruh dunia. Perhatian utamanya adalah agama dan sama sekali bukan hanya sekedar latihan badan atau kesehatan.

Aliran filsafat (sekolah) Buddhis, mengenai mana ada empat dalam filsafat India klasik, sekalipun mereka membagi bersama banyak ide-ide spiritualitas Veda, seperti karma dan reinkarnasi, tidak menerima otoritas Veda dan menolak sejumlah prinsip-prinsip utama Veda. Seluruh sekolah (filsafat) Buddhis menggunakan meditasi, tapi beberapa menambahkan lebih banyak praktek-praktek yoga khusus, seperti pranayama dan mantra. Sistem semacam itu mungkin disebut yoga Buddhis oleh para penulis modern. Namun demikian, yoga sebagai satu istilah dalam teks awal Buddhis, secara khusus dari jenis Theravadin, dan menjadi besar utamanya dalam tradisi Buddhis tantric yang berkembang kemudian, khususnya seperti yang berkembang di Tibet.

Tradisi Buddha Mahayana, khususnya dalam bentuk tantriknya, menggunakan latihan pernapasan, mantra-mantra, visualisasi dan dewa-dewa, hampir sama seperti tradisi Yoga. Tradisi Theravadin memiliki lebih sedikit kesamaan dengan Yoga, sekalipun ia menggunakan metoda meditasi dan konsentrasi yang mirip. Ia umumnya menolak pemujaan bhakti (devotional worship) dan menggunakan para dewa seperti yang terjadi dalam jalan yoga. Sesungguhnya, itu dapat diargumentasi bahwa Buddhisme Tibet, dengan mantra-mantranya, para dewanya dan ajaran yoga, lebih dekat kepada Hinduisme dalam ajaran-ajarannya daripada aliran filsafat Buddhisme.

Buddhisme tumbuh berkembang dalam sebuah kawah candradimuka dari Hinduisme. Untukm alasan ini, Buddhisme India dan Tibet telah memasukkan pengobatan ayurvedik, astrologi Hindu, Sansekerta, aturan yang sama mengenai ikonografi (ilmu arca), bentuk Pura (kuil) yang sama dan faktor-faktor lain yang sama. Sejumlah Dewa dan Dewi Hindu seperti Ganesha dan Sarasvati, tampak di dalam tradisi Buddhis. Beberapa figur, seperti Dewi Tara, tampak dalam keduanya. Namun, ketika Buddhisme bergerak ke negeri-negeri lain, banyak dari hubungan ini apakah hilang atau basisnya dilupakan. Nepal tetap satu wilayah dari anak benua India di mana kedua agama ini terus berlanjut. Dalam hubungan ini orang-orang Nepal Hindu dan buddhis saling menghormati satu sama lain tapi jarang mengkombinasikan ajaran-ajaran dari dua agama yang berbeda ini melalui cara praktek-praktek nyata mereka. Mereka cenderung mengikuti satu tradisi atau lainnya, tapi jarang keduanya (sekaligus).

Dalam Yoga Sutra, hanya tiga sutra dari dua ratus sutra yang berkaitan dengan asana, sikap-sikap yoga. Mayoritas berhubungan dengan meditasi, teori dan hasilnya. Malangnya, bagaimanapun juga, yoga dewasa ini kebanyakan dikenal karena tradisi asananya – yang paling populer, dapat dilihat dan bentuk luar dari sistem ini. Buddhisme, sebagai perbandingan, dikenal sebagai sebuah tradisi meditasi, seperti dalam bentuk-bentuk populer dari meditasi Buddhis seperti Zen dan Vipassana. Banyak orang yang telah memepelajari yoga di Barat melihat kepada ajaran-ajaran Buddhis untuk praktek-praktek meditasi, tidak menyadari bahwa ada bentuk yoga dan Vedanta dari meditasi yang adalah secara tradisional tidak saja merupakan bagian dari sistem yoga tapi merupakan inti ajarannya!

Yoga dan Buddhisme keduanya tradisi meditasi digunakan untuk membantu kita mengatasi karma dan kelahiran kembali dan menyadari kebenaran dari kesadaran. Mereka melihat penderitaan dan kesementaraan yang melekat dalam semua kelahiran, dan berupaya untuk mengangkatnya melalui pengembangan ke dalam kesadaran yang lebih tinggi. Keduanya menekankan perlunya untuk membuang ego, rasa aku dan milikku, dan kembali ke realitas asli yang tidak terbatas oleh diri yang terpisah. Kedua tradisi menekankan pencerahan atau cahaya batin untuk direalisasikan melalui meditasi.

Kedua sistem mengakui dharma, prinsip kebenaran atau hokum alam, sebagai hukum dasar dari semesta yang harus kita pahami. Buddhisme mendefinisikan dirinya sebagai Buddha Dharma atau dharma dari orang yang telah tercerahkan, yang dilihat sebagai satu tradisi mengatasi tempat atau waktu. Yoga mendefinisikan dirinya sebagai bagian dari tradisi Hindu yang disebut Sanatana Dharma, dharma universal atau abadi, yang tidak didefinisikan menurut satu guru atau tradisi khusus.

Perbedaan : perbedaan utama antara kedua sistem ini adalah atas pandangan kosmis dan cara praktek mereka (cosmic view and way of practice). Sistem Veda dibangun atas prinsip-prinsip fundamental seperti Sang Diri (Self, Atman), Sang Pencipta (Ishvara) dan Tuhan (Brahman). Buddhisme menolak semua prinsip-prinsip ontologi seperti itu sebagai sekedar ciptaan pikiran itu sendiri. Terlepas dari perbedaan-perbedaan filosofis itu, kedua sistem membagi bersama nilai-nilai dasar etika bersama seperti: non-kekerasan, kebenaran, ketidak-terikatan dan tidak mencuri. Sumpah yang diambil oleh biksu buddhis dan yang diambil oleh pertapa dan sadhu dalam tradisi yoga adalah sama, seperti juga yang diambil oleh Jain.

Vedanta mendefinisikan Yang Mutlak sebagai sebuah prinsip metafisika, Sat-Chit-Ananda (Being-consciousness-bliss; kebenaran, kesadaran dan kebahagiaan), Satchidananda atau Brahman, di dalam mana terdapat kebebasan dan kedamaian yang abadi. (Sekalipun beberapa orang akan mengatakan bahwa Satchidananda adalah Saguna Brahman dan transenden yang mutlak adalah Nirguna Brahman). Buddhisme memang mengakui satu Yang Mutlak (an Absolute) yang adalah non-dual dan di luar semua kelahiran dan kematian, namun demikian, Buddhisme umumnya tidak mengijinkan satu definisi apapun dan menganggap ia adalah kekosongan. Ia kadang-kadang disebut Dharmakaya, atau badan dari dharma, sekalipun teks Sanskrit Buddhis tidak pernah menyebut Brahman.

Buddhisme umumnya menolak Sang Diri (Atma atau Purusha) dari yoga-Vedanta dan menekankan nir-Diri (non-Self, anatman). Ia mengatakan bahwa tidak ada Sang Diri dalam apapun dank arena itu Sang Diri (Atman) hanyalah sebuah fiksi dari pikiran. Apapun yang kita tunjukkan sebagai Atman, orang-orang Buddhis menyatakan, hanya sekedar impresi , pikiran atau perasaan, tapi tidak ada entitas homogeny atau serba sama semacam itu yang seperti satu Sang Diri yang dapat ditemukan di manapun. Namun demikian, sejumlah tradisi Buddhis, khususnya tradisi-tradisi di luar India, seperti Chan (China) dan Zen (Jepang), menggunakan istilah-istilah seperti “Pikiran Sang Diri (Self-mind), sifat asli seseorang, hakekat dari kesadaran” atau “wajah asli dari seseorang” yang hampir sama dengan Atman dari Vedanta. Tapi secara umum, Buddhisme cenderung menganggap Sang Diri dari Vedanta sebagai bentuk lain dari ego atau konsepsi yang keliru (misconception) tentang adanya Atman.

Dalam kontrasnya, tradisi yoga-Vedanta menekankan perwujudan Sang Diri (Self realization), atau realisasi dari hakekat kita yang sejati. Yoga-Vedanta membedakan antara Atman, yang adalah hakekat kita yang sebenarnya sebagai kesadaran, dan ego (ahamkara), yang merupakan identifikasi palsu dari hakekat kita yang sebenarnya dengan kompleks tubuh-pikiran (mind-body complex). Atmannya Vedanta bukanlah ego tetapi kesadaran tercerahkan yang melampaui waktu, bentuk dan ruang.

Apakah ada Tuhan? Tradisi Yoga didasarkan atas sebuah pengakuan tentang hormat dan bhakti kepada Tuhan sebagai pencipta, pemelihara dan pemralina alam semesta. Salah satu dari prinsip utamanya adalah penyerahan diri kepada Tuhan (Ishvara-pranidhana), yang dikatakan sebagai jalan yang paling langsung kepada Realisasi-Diri. Inilah barangkali titik perbedaan utama antara Yoga dan Buddhisme. Buddhisme menolak Tuhan (Ishvara) atau penguasa semesta dan pencipta. Ia melihat tidak ada perlunya untuk satu pencipta apapun dan menganggap mahluk hidup bangkit melalui karmanya sendiri. Yoga menekankan bhakti dan penyerahan kepada Tuhan sebagai salah satu jalan utama spiritual, bhakti yoga, melalui mana kita membuka hati kita kepada Tuhan dan menyerahkan diri kepada kehendak suci. Karena Buddhisme tidak mengakui Tuhan, bhakti kepada Tuhan tidak tampak. Itulah sebabnya mengapa kita tidak menemukan tradisi penting dari bhakta agung dan para penyanyi cinta suci di dalam Buddhisme seperti Chaitanya, Ramakrishna, Tulsidas atau Mirabai di dalam tradisi Hindu. Buddhisme tidak mengenal bhakti kepada Buddha. Tetapi, bhakti kepada guru agung tidaklah menyentuh hati manusia dengan bobot yang sama dengan bhakti Bapa atau Ibu dari alam semesta.

Bila kita menyamakan Pikiran Yang Satu (the One Mind) dari Buddhis dengan Atman Yang Satu (the One Self) dari Vedanta, akan membuat Sang Buddha dan Tuhan sama, memberikan Sang Buddha kekuasaan penciptaan dari alam semesta dan membuat korelasi seperti itu, kedua tradisi dapat disintesakan. Namun, para pemimpin terkemuka Buddhis belum membuat pernyataan semacam itu. Sampai mereka melakukan itu, kita tidak dapat mengabaikan perbedaan-perbedaan demikian itu sebagai tidak perlu, tetapi harus menghormatinya. Bila anda percaya tidak hanya dalam karma dan reinkarnasi tapi juga keberadaan Tuhan sebagai Sang Pencipta, anda akan menjadi seorang Hindu, bukan seorang Buddhis dalam pandangan anda.

Adalah penting sekali bahwa tradisi-tradisi seperti Yoga dan buddhisme membentuk fron bersama yang sangat diperlukan dalam jaman materialistik ini. Nilai-nilai mereka yang sama mengenai perlindungan Bumi, non-kekerasan, pengakuan terhadap hokum karma, dan praktek meditasi mungkin adalah suara penting untuk membawa kita keluar dari krisis dewasa ini.

*David Frawley, Direktur American Institute & Vedic Studies.

Sumber: MediaHindu edisi 15, Mei 2005.

comment 0 komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar

 
Powered by Blogger